Perusakan Nilai Sejarah Pura di Badung Akibat Hibah Renovasi, Peneliti Sejarah Ungkap Fakta Mengejutkan
Sejumlah pura bersejarah di Kabupaten Badung, Bali, yang menerima dana hibah untuk renovasi, kini mengalami kerusakan nilai sejarah dan budaya yang signifikan
GOOGLE NEWS
BERITABADUNG.ID, ABIANSEMAL.
Sejumlah pura bersejarah di Kabupaten Badung, Bali, yang menerima dana hibah untuk renovasi, kini mengalami kerusakan nilai sejarah dan budaya yang signifikan.
Hal ini terungkap dalam debat Pilgub Bali baru-baru ini, ketika calon wakil gubernur paslon 2, I Nyoman Giri Prasta, menantang calon gubernur Made Muliawan Arya (De Gadjah) untuk membuktikan bahwa hibah untuk pura justru menyebabkan perusakan nilai sejarah.
Peneliti sejarah pura di Bali, I Nyoman Iwan Pranajaya, mengonfirmasi adanya kerusakan pada sejumlah pura bersejarah yang seharusnya dilestarikan.
Menurutnya, hibah untuk renovasi pura ini malah mendorong proyek pemugaran yang merusak keaslian struktur bangunan suci. Pura-pura ini kehilangan banyak elemen historis penting akibat renovasi yang tidak mempertimbangkan aspek budaya dan sejarah.
Salah satu contoh adalah Pura Puseh di Padang Luwih, yang sebelum dipugar menggunakan material tradisional seperti bata merah dan paras.
Pura ini dahulu menjadi saksi kehadiran tokoh penting Bali, Raja Dalem Waturenggong, dan mengandung nilai sejarah yang mendalam.
Baca juga:
Penebangan Pohon Tua dan Zona Sempadan Dilanggar, WALHI Desak Proyek Hotel di Cemagi Dihentikan
Namun, setelah dipugar, banyak elemen sejarah yang hilang dan digantikan dengan tampilan visual modern yang mengorbankan keaslian bangunan.
"Aslinya, Pura Puseh adalah pura kuno dengan bahan bata merah dan paras. Namun, setelah proyek renovasi, banyak bagian penting hilang dan bergeser fokusnya ke estetika baru," ungkap Iwan Pranajaya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa posisi asli pura kini hanya menyisakan dua pasang arca besar. Pura kuno yang sebelumnya berada di tepi jalan diratakan, kemudian dibangun ulang di lokasi yang lebih jauh ke dalam.
Baca juga:
Deportasi Warga Belgia Ungkap Bahaya Penipuan Agen Ilegal Perpanjangan Izin Tinggal di Bali
Iwan menambahkan bahwa masa penjajahan Belanda membawa perubahan pada arsitektur pura, di mana material semen mulai digunakan untuk mempercantik beberapa bagian.
Ornamen ini sempat menjadi ciri khas bagi pura-pura bersejarah di Bali. Sayangnya, proyek pemugaran justru menghilangkan ornamen tersebut, mengikis jejak sejarah yang seharusnya dijaga.
Pura Dalem Kediri Sading yang awalnya terbuat dari bata merah, kini telah kehilangan keaslian materialnya akibat proyek renovasi.
Hampir seluruh material asli pura ini digantikan dengan struktur baru yang jauh dari bentuk aslinya, sehingga kehilangan identitas dan sejarah purba yang melekat pada bangunan tersebut.
Kasus serupa juga terjadi pada Pura Puseh Sedang yang menerima hibah sebesar Rp12 miliar.
Pura yang sebelumnya dibangun dengan bahan asli paras abu kini telah kehilangan keaslian dan ciri khas kuno setelah mengalami renovasi.
Iwan menyebutkan bahwa dana hibah bansos ini, yang seharusnya diarahkan untuk pelestarian, justru menyebabkan kehilangan aspek sejarah yang berharga.
Fenomena ini menimbulkan keprihatinan di kalangan pecinta dan pelestari pura kuno di Bali.
Bagi mereka, pura bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga warisan budaya yang menyimpan sejarah panjang masyarakat Bali.
Dengan hilangnya elemen-elemen sejarah ini, masyarakat Bali kehilangan salah satu jejak penting dari identitas budaya mereka.
Renovasi pura yang seharusnya mengutamakan pelestarian, kini lebih banyak diarahkan pada pemugaran dengan tampilan modern yang mengabaikan nilai historis.
Untuk mencegah lebih banyak pura yang kehilangan nilai sejarahnya, berbagai pihak berharap adanya regulasi yang lebih ketat dalam pengelolaan dana hibah untuk pura bersejarah di Bali.
Pengelolaan dana hibah untuk renovasi pura di Bali perlu diawasi lebih ketat agar tidak menyebabkan kerusakan pada nilai sejarah bangunan tersebut.
Editor: Aka Kresia
Reporter: Roby Patria