Memaknai Hubungan Antara Nilai-Nilai Kepercayaan dan Kesenian dalam Tari Leko
GOOGLE NEWS
BERITABADUNG.ID, MENGWI.
Asal mula Tari Leko digagas pertama kali oleh tokoh seni yang bernama Nang Seruni dan diperkirakan muncul sekitar tahun 1918. Tari Leko dianggap sebagai salah satu kesenian tertua yang ada di Banjar Parekan, Desa Sibang Gede, Abiansemal.
Dalam perkembangannya saat ini, keberadaan dari Tari Leko sedikit terancam karena berimbas dari kurang masifnya pelestarian dari tarian ini.
Tari Leko seringkali dikaitkan dengan Tari Legong Keraton karena merupakan hasil adaptasi serta pengembangan dari tarian tersebut. Jika dilihat dari sisi struktur tarian serta aspek pendukung lainnya, seperti tata rias dan busananya, kedua tarian ini memiliki kesamaan. Hanya saja dalam pertunjukkan Tari Leko menampilkan gerakan "ibing-ibingan" yang tidak ditemukan pada Tari Legong Keraton.
Tari Leko dapat dimaknai sebagai warisan budaya yang menyiratkan adanya relasi atau hubungan antara nilai-nilai seni dan kepercayaan yang begitu kental.
Secara sederhana, keterhubungan tersebut dapat dilihat dari difungsikannya Tari Leko sebagai sarana pendukung dalam pelaksanaan prosesi upacara yadnya di Bali, sekaligus dapat bertransformasi sebagai sarana hiburan bagi masyarakat.
Selain itu, jika diamati dari sisi kepercayaan, Tari Leko merefleksikan nilai-nilai tersebut berdasarkan kepercayaan agama Hindu sebagai kekuatan emosional dan spiritual yang berbaur menjadi satu melalui sebuah prosesi yang dilakukan sebelum pertunjukkan tari dimulai.
Dalam kata lain, nilai-nilai serta prosesi yang dijalankan tersebut menjadi sebuah representasi dari adanya komunikasi antara penari sebagai manusia dengan Tuhan sebagai sang pencipta.
Representasi dari komunikasi tersebut dapat ditafsirkan sebagai bentuk puji syukur, serta permohonan kelancaran dan keselamatan yang dihaturkan kepada Tuhan agar selalu mengiringi seluruh rangkaian dari pertunjukkan seni Tari Leko, dari awal hingga akhir.
Editor: Robby Patria
Reporter: -