PPKM Level 3 Saat Nataru, APPMB Sebut Ada Potensi Huru-hara
GOOGLE NEWS
BERITABADUNG.ID, KUTA.
Pemerintah Pusat merencanakan untuk memukul rata Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 di seluruh wilayah Indonesia (24 sampai 2 Januari 2022), memancing respon kalangan praktisi pariwisata di pulau dewata.
Bahkan Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB) I Wayan Puspa Negara mengatakan, hal tersebut sebagai sebuah kebijakan yang dapat menimbulkan distrust dan chaos.
“Terlihat lucu dan diatur semena-mena sesuka hati. Hal ini dipastikan bisa menimbulkan distrust atau ketidakpercayaan publik dan chaos atau huru-hara,” katanya belum lama ini.
Rencana kebijakan yang diketahui disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P tersebut dinilai sebagai kebijakan yang sangat aneh dan nyeleneh. Karena hal tersebut muncul, di tengah masyarakat Bali yang bersiap untuk bangkit seirama dengan turunnya PPKM ke Level 2.
“Saat ini kami justru berharap agar level itu terus turun hingga Level 1, bahkan bila perlu Level 0 atau tanpa pembatasan dan menuju True Normal,” sebutnya.
Menurut dia, dalam perspektif pariwisata Bali, tren penurunan level PPKM telah memberi secercah harapan untuk pergerakan ekonomi. Termasuk kaitannya dengan open border pada 14 Oktober 2021 lalu, walau dirasa belum membuahkan hasil.
“Sudah sebulan lebih open border, tapi belum ada jadwal penerbangan maskapai asing ke Bali. Ini akibat belum ada regulasi yang sinkron dan mengarah pada kemudahan open border. Jadi bisa dibilang, open border ini hanya halusinasi atau fatamorgana. Bahkan sekarang, rakyat di destinasi yang masih sekarat dan mati suri, diperparah lagi dengan rencana PPKM Level 3 di akhir tahun yang saya rasa tanpa dasar sains, data, dan parameter akurat,” ungkapnya.
Di era digital ini, kabar rencana kebijakan tersebut dirasa telah menyebar secara nasional bahkan internasional. Dan itu, dipastikan mengakibatkan sudah mengakibatkan terjadinya pembatalan booking domestik yang masif. Padahal akhir tahun notabene merupakan momen yang sangat ditunggu-tunggu.
“Biasanya akhir tahun adalah masa peak season. Dimana kita berharap, akhir tahun ini pariwisata kembali bergeliat meski tetap dengan protokol kesehatan yang ketat dan inovatif,” ucapnya.
Jika rencana tersebut benar-benar dilaksanakan, maka Puspa Negara memastikan Bali sebagai destinasi pariwisata tidak akan bisa berkutik. Masyarakat di destinasi dirasa akan melarat bahkan sekarat, akibat kerugian lahir bathin yang diderita.
“Jika dihitung-hitung, PPKM Level 3 di akhir tahun ini mampu menimbulkan kerugian hingga miliaran rupiah bagi pelaku usaha dan masyarakat di destinasi. Belum lagi kerugian maintenance yang tidak diikuti dengan keterisian tamu, habislah kita,” sebutnya sembari mengabarkan bahwa saat ini sudah ada banyak owner hotel, guest house, homestay, restaurant, dan sejenisnya, yang rela berjualan nasi jinggo untuk menyambung hidup.
“Oleh karena itu, kami APPMB yang terdiri dari pekerja pariwisata DW, kontrak, guide freelance, sopir freelance, sopir konvensional, penjual souvenir, tukang massage, pedagang acung, pedagang lapak, penjaga destinasi, kusir dokar, atraksi musiman, hingga suplier dan petani, dengan tegas menolak PPKM Level 3 di akhir tahun ini yang tanpa dasar sains dan data akurat. Kami sekaligus meminta wacana itu agar dihentikan, karena kita ditertawakan dunia oleh kelucuan ini,” sambungnya.
Sebagai pengganti dari kebijakan tersebut, Dirimya menawarkan solusi berupa perkuatan protokol kesehatan. Termasuk di antaranya dengan cara berlomba-lomba membuat dan menunjukkan protokol kesehatan inovatif. Jadikan setiap orang itu sebagai agent pen-zero Covid-19 untuk menuju Level 0 di tahun 2022.
Dengan demikian, maka akan ada sebuah optimisme untuk bangkit dan tumbuh dari keterpurukan ini.
"Jadi sekali lagi, kami menuntut pembalatan rencana PPKM Level 3 di akhir tahun nanti. Biarkan level PPKM mengalir sesuai kondisi empirik dan atas dasar data-data faktual yang presisi.
Bukan berdasarkan perasaan yang subyektif, karena dapat menimbulkan distrust dan caos,” pungkasnya.
Editor: Robby Patria
Reporter: Kontributor Badung