Residivis Keimigrasian, WN Tanzania Dideportasi dari Bali untuk Kedua Kalinya
GOOGLE NEWS
BERITABADUNG.ID, KUTA.
Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali menunjukkan ketegasan dalam menegakkan aturan keimigrasian. Seorang wanita warga negara Tanzania berinisial ZAM (36) dideportasi ke negaranya pada 25 November 2024.
Deportasi ini dilakukan setelah ZAM terbukti melanggar Pasal 78 Ayat (2) Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Kasus ini bukan pertama kalinya bagi ZAM. Ia sebelumnya telah dideportasi pada September 2020 atas pelanggaran serupa, yaitu overstay.
Setelah masa penangkalan tiga tahun berakhir, ZAM kembali masuk ke Indonesia pada 14 Maret 2024 melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menggunakan Visa Kunjungan.
Visa kunjungan ZAM berlaku hingga 12 Mei 2024. Namun, ia tetap berada di Bali tanpa memperpanjang izin tinggal.
Dalam pemeriksaan, ZAM mengaku sedang menunggu proses pengajuan Visa Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Kedutaan Besar RRT di Kuala Lumpur, Malaysia.
Rencananya, ia akan membeli barang dagangan di RRT untuk dijual kembali di negaranya.
ZAM mengklaim tidak dapat memperpanjang izin tinggalnya karena kehilangan paspor dan dokumen lain akibat kecelakaan sepeda motor. Ia menyebut insiden tersebut terjadi tujuh hari sebelum izin tinggalnya habis.
Namun, pihak imigrasi tetap menilai pelanggarannya sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap aturan keimigrasian.
Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, menyatakan bahwa status residivis ZAM memperburuk citra hukum keimigrasian.
"Ini adalah kali kedua ZAM melanggar aturan izin tinggal di Indonesia. Deportasi kali ini disertai penangkalan lebih tegas agar ia tidak mudah kembali ke Indonesia di masa depan,” ujarnya.
Setelah didetensi selama 166 hari, ZAM akhirnya dideportasi melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta dengan tujuan akhir Kisauni International Airport, Zanzibar.
Deportasi ini juga didampingi petugas dari Rudenim Denpasar.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan bahwa penegakan hukum keimigrasian adalah prioritas utama.
“Bali adalah destinasi wisata dunia yang menjunjung tinggi hukum dan ketertiban. Tindakan pelanggaran berulang seperti ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak citra pariwisata Bali,” tegasnya.
Baca juga:
Australia Tampilkan Peluang Pendidikan dan Budaya di Festival Internasional Universitas Udayana 2024
Pramella juga menambahkan bahwa pengawasan terhadap pelanggaran keimigrasian akan terus ditingkatkan.
"Kami berkomitmen untuk menjaga Bali tetap aman, tertib, dan menjunjung tinggi supremasi hukum,” lanjutnya.
Berdasarkan Pasal 102 Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, masa penangkalan dapat berlangsung maksimal enam bulan dan dapat diperpanjang.
Dalam kasus tertentu, termasuk pelanggaran yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum, penangkalan seumur hidup dapat diterapkan.
Baca juga:
Langgar Batas Izin Tinggal, Warga AS JRA Dideportasi dari Bali Akibat Alasan Kesehatan Mental
Keputusan ini berada di bawah wewenang Direktorat Jenderal Imigrasi setelah evaluasi komprehensif terhadap kasus terkait.
Editor: Aka Kresia
Reporter: Rilis Pers